Senin, 17 Oktober 2011

Qira'at Al-Qur'an




BAB I
PENDAHULUAN
Al – Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas. Ini adalah suatu hal yang wajar karena Al – Qur’an diturunkan di tengah – tengah umat yang berbahasa Arab melalui Nabi yang berbahasa Arab, sekalipun ini bukan berarti bahwa Islam hanya untuk orang Arab saja. Namun dalam bahasa Arab sendiri memiliki ragam bahasa yang terkandung di dalamnya, karena di Arab sendiri memiliki suku yang cukup banyak sehingga menimbulkan keragaman pula. Qira’at Al-Qur’an adalah suatu ilmu yang membahas tentang cara membaca Al-Qur’an. Kadang – kadang, suatu kata yang terdapat dalam Al-qur’an dibaca lebih dari satu cara, sesuai dengan yang pernah diajarkan oleh Nabi. Dia menegaskan bahwa “Al – Qur’an diturunkan atas tujuh huruf”. Kebolehan membaca Al Qur’an dengan berbagai cara adalah suatu kelapangan yang Allah berikan kepada umat Islam, terutama pada orang Arab pada masa Al – Qur’an diturunkan.


BAB II
ISI
A. PENGERTIAN DAN SEJARAH QIRA’AT AL – QUR’AN
Qira’at adalah bentuk jamak dari kata qira’ah yang secara bahasa berarti bacaan. Secara istilah, Al Zarqani mengemukakan definisi qira’ah sebagai berikut : “Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam qira’at yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan al – qur’an al – karim serta sepakat riwayat – riwayat dan jalur – jalur daripadanya, baik perbedaan ini dalam pengucapan huruf – huruf maupun dalam pengucapan keadaan – keadannya” . Definisi ini mengandung tiga unsur pokok. Pertama, qiraat dimaksudkan menyangkut bacaan ayat – ayat al – qur’an. Cara membaca al – qur’an berbeda dari satu imam dengan imam qira’ah yang lain. Kedua, cara bacaan yang dianut dalam suatu mazhab qira’ah didasarkan atas riwayat dan bukan atas qias atau ijtihad. Ketiga, perbedaan antara qira’ah - qira’ah bisa terjadi dalam pengucapannya dalam berbagai keadaan.
Di samping itu, Ibn al –Jazari membuat definisi berikut : “Qira’at adalah pengetahuan tentang cara – cara melafalkan kalimat – kalimat Al – Qur’an dan perbedaannya dengan membangsakannya kepada penukilnya”. Menurut dia, Al – Muqri adalah seorang yang mengetahui qiraah-qiraah dan meriwayatkannya kepada orang lain secara lisan. Sekiranya ia hafal kitab Al Taisir misalnya, ia belum dapat meriwayatkan isinya selama orang yang menerimanya dari gurunya secara lisan tidak dapat menyampaikan kepadanya secara lisan pula dengan periwayatan yang bersambung – bersambung. Sebab, dalam masalah qira’ah banyak hal yang tidak dapat ditetapkan kecuali melalui pendengaran dan penyampaian secara lisan. Al Qari al – Mubtadi adalah orang yang mulai melakukan personifikasi tiga qiraah. Al – Muntahi ialah orang yang mentransfer kebanyakan qiraah atau qiraah – qiraah yang paling termasyhur. Para sahabat tidak semuanya mengetahui semua cara membaca al – Quran. Sebagian mengambil satu cara bacanya dari Rasul, sebagian mengambil dua, dan yang lainnya mengambil lebih, sesuai dengan kemampuan dan kesempatan masing – masing.
Para sahabat berpencar ke berbagai kota dan daerah dengan membawa dan mengajarkan cara baca yang mereka ketahui sehingga cara baca menjadi populer di kota atau di daerah tempat mereka mengajarkannya. Terjadilah perbedaan cara baca Al – Qur’an dari suatu kota ke kota yang lain. Kemudian, para Tabi’in menerima cara baca tertentu dari sahabat tertentu. Para tabi’i al Tabi’in menerimanya dari tabi’in dan meneruskannya pula pada generasi berikutnya. Dengan demikian tumbuhlah berbagai qira’ah yang kesemuanya berdasarkan riwayat. Hanya saja, sebagian menjadi popular dan yang lain tidak. Riwayatnya juga sebagian mutawatir dan yang lainnya tidak.
B. MACAM – MACAM TINGKATAN QIRA’AT
Perbedaan antara satu qira’ah dan qira’ah yang lainnya bisa terjadi pada perbedaan huruf, bentuk kata, susunan kalimat, I’rab, penambahan dan pengurangan kata. Perbedaan – perbedaan ini sudah tentu membawa sedikit atau banyak perbedaan pada makna selanjutnya yang berpengaruh kepada hukum yang diistimbatkan daripadanya.
Meluasnya wilayah Islam dan penyebarannya para sahabat dan Tabi’in yang mengajarkan Al – Qur’an di berbagai kota menyebabkan berbagai macam Qira’ah. Perbedaan antara satu qira’ah dan lainnya bertambah besar sehingga sebagian riwayatnya sudah tidak dapat lagi dipertanggungjawabkan. Para ulama menulis qira’ah – qira’ah ini dan sebagiannya menjadi masyhur sehingga lahirlah istilah “qira’at tujuh”, “qira’at sepuluh”, dan “qira’at empat belas” .
Qira’at tujuh adalah qira’at yang dibangsakan kepada tujuh orang imam yang masyhur, yaitu Nafi’ al-Madani, Ibn Katsir al-Makki, Abu ‘Amr Ibn al-‘Ala’, Ibn Amir al-Damisyqi, ‘Asyhim Ibn Abi al-Nujud al-Kufi, Hamzah Ibn Habib al-Zayyat, dan Al-Kisai. Qira’at sepuluh adalah qira’at yang tujuh ini ditambah dengan Abu Ja’far, Ya’kub al-Hadrami, Khalaf Ibn Hisyam al-Bazzar. Sedangkan qira’at yang ke empatbelas adalah qira’at yang sepuluh ditambah dengan Ibn Muhaishin, Al-Yazidi, Al-Hasan al-Bashri, dan Al-A’masy.
Al – Suyuthi mengutip Ibn al-Jazari yang mengelompokkan qira’at berdasarkan sanad kepada enam macam :
1. Mutawatir, yaitu qira’at yang diriwayatkan oleh sejumlah periwayat yang banyak pula sehingga tidak mungkin mereka sepakat berdusta dalam tiap angkatan sampai kepada Rasul. Kebanyakan qira’at adalah demikian. Menurut jumhur Ulama, qira’at yang tujuh adalah mutawatir.
2. Masyhur, yaitu qira’at yang sanadnya sahih. Akan tetapi, jumlah periwayatannya tidak sampai sebanyak periwayat mutawatir. Qira’at ini sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan tulisan mushaf Ustmani. Qira’at ini populer di kalangan ahli qira’at dan mereka tidak memandangnya sebagai qira’at yang salah atau aneh.
3. Ahad, yaitu qira’at yang sanadnya sahih. Akan tetapi qira’at ini menyalahi tulisan tulisan mushaf ustmani atau kaidah bahasa Arab. Qira’at ini tidak sah dibaca sebagai Al – Qur’an dan tidak wajib meyakininya.
4. Syaz, yaitu qira’at yang sanadnya tidak sahih. Qira’at ini tidak dijadikan pegangan dalam bacaan dan bukan termasuk Al – Qur’an.
5. Maudhu’, yaitu qira’at yang dibangsakan kepada seseorang tanpa dasar.
6. Mudraj, yaitu qira’at yang di dalamnya terdapat kata aatau kalimat tambahan yang biasanya dijadikan penafsiran bagi ayat Al – Qur’an.
Mengenai pengertian bahasa yang berbeda – beda ini, diserahkan kepada Rasul, karena beliau telah diberi tahu oleh Allah. Maka ketika seorang Huzayl membaca di hadapan Rasul “’Atta Hin”, padahal ia menghendaki “Hatta Hin”, Rasul pun membolehkannya, sebab memang begitulah orang Huzayl mengucapkan dan menggunakan.
Ketika seseorang membaca “’Alayhum” dan “Fihum” dengan dhammah, dan orang lain membaca “’Alayhum” dan “Fihimu” disambung, Rasulullah pun membolehkannya, sebab demikianlah mereka mengucapkan dan menggunakannya.
Ketika seorang qari’ membaca “Qad aflaha” dan Qul uhiya, dengan memindahkan harakat huruf hamzah kepada huruf sebelmnya sehingga menjadi “Qadaflaha dan Quluhiyya, Rasul pun memboleehkannya, sebab demikian mereka mengucapkan dan menggunakan.
C. SYARAT – SYARAT QIRA’AT
Untuk menangkal penyelewengan qira’at yang sudah mulai muncul, para ulama membuat persyaratan – persayaratan bagi qira’at yang dapat diterima. Untuk membedakan antara qira’at yang benar dan qira’at yang aneh. Para ulama membuat tiga syarat bagi qira’at yang benar.
a) Pertama, qira’at itu sesuai dengan bahasa Arab sekalipun menurut satu jalan.
b) Kedua, qira’at itu sesuai dengan salah satu mushaf – mushaf Ustmani sekalipun secara potensial.
c) Ketiga, bahwa sahih sanadnya, baik diriwayatkan dari Imam qira’at yang berterima selain mereka. Setiap qira’at yang menerima qira’at ini adalah qira’at yang benar dan tidak boleh ditolak dan harus diterima. Sebaliknya qira’at yang kurang salah satu dari tiga syarat ini disebut sebagai qira’at yang lemah atau aneh atau batal, baik qira’at tersebut diriwayatkan dari imam qira’at yang tujuh maupun dari Imam yang lebih besar dari mereka.
Inilah pendapat yang benar menurut Imam – Imam yang meneliti dari kalangan salaf dan khalaf. Demikian ditegaskan oleh al-Dani, Makki, Al-Mahdi, dan Abu Syamah. Bahkan, menurut al-Suyuthi, pendapat ini menjadi mazhab salaf yang tidak diketahui seorangpun dari mereka menyalahinya.
D. HIKMAH BANYAKNYA BENTUK BACAAN
Banyak kalangan orientalis yang menjadikan perbedaan qira’at sebagai bahan mengkritik Al – Qur’an dan menanamkan keragu – raguan dalam masyarakat Islam terhadap Al – Qur’an. Mereka mengatakan, “bahwa perbedaan qira’at itu muncul disebabkan oleh tidak adanya tanda I’rab dan I’jam pada huruf – huruf Al – Qur’an mulai ketika ia turun sampai kepada masa pemberian tanda baca dan I’jam; orang – orang membaca sesuai dengan pikirannya, sehingga munculah perbedaan – perbedaan itu.” Hal ini merupakan bagian dari usaha para orientalis menanamkan keragu – raguan pada masyarakat Islam terhadap Al – Qur’an. Bervariasinya qira’at merupakan faedah dan manfaat bagi umat Islam. Al – Qathan menyebutkan empat macam faedah, yaitu sebagai berikut :
a. Meringankan dan memudahkan umat Islam dalam membaca Al – Qur’an; suatu lafal yang sulit diucapkan dapat diganti dengna lafal yang mudah.
b. Menunjukkan betapa terjaganya kitab ini dari perubahan dan penyimpangan.
c. Sebagai kemukjizatan Al – Qur’an dari segi kepadatan maknanya, karena suatu qira’at menunjukkan suatu hukum syara’ tertentu tanpa pengulangan lafal.
d. Menjelaskan hal – hal yang mungkin belum jelas dalam qira’at yang lain.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari pembahasan tentang qira’at Al – Qur’an ini dapat disimpulkan bahwa walaupun di dalam Al – Qur’an terdapat berbagai macam cara baca Al – Qur’an, namun dari keragaman tersebut masih terkandung manfaat atau faedah di dalamnya. Ayat Al – Qur’an pada kata atau lafal tertentu, dibaca dengan berbagai bentuk bacaan. Perbedaan itu meliputi: (1) Penambahan kata dalam suatu qira’at dengan qira’at yang lain kata itu tidak ada. (2) Menggunakan kata yang berbeda. (3) mendahulukan suatu kata dari kata yang lain. (4) Menggunakan huruf yang berbeda. (5) menggunakan harakat yang berbeda. (6) Menggunakan bentuk kata yang berbeda. (7) perbedaan dalam bunyi lafal.


DAFTAR PUSTAKA
Al – Ibyary, Ibrahim, Pengenalan Sejarah Al – Qur’an, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993
Ash Shabuny, Muhammad Aly, Pengantar Study Al – Qur’an(At-Tibyan), Alma’arif, Bandung, 1984
Wahid, Ramli , Ulumul Qur’an, Rajawali Pers, Jakarta, 1993
Yusuf, Kadar M, Studi Al – Qur’an, Amzah, Jakarta, 2009

Lebanon, Yordania dan Cyprus




BAB I
PENDAHULUAN
Lebanon, Yordania, dan Siprus tidak dapat ditinggalkan dengan begitu saja dalam materi mata kuliah Sejarah Islam di Asia Barat. Negara – negara ini termasuk negara yang mendapatkan keislaman yang cukup awal yaitu di negara Yordania Islam datang bertepatan pada saat pemerintahan Ummar bin Khatab, sedangkan Lebanon Islam masuk mada masa kekuasaan Umayyah. Sejarah mengenai ketiga negara ini tidak begitu jauh, hanya saja negara Siprus merupakan negara baru yang muncul karena adanya perlawanan terhadap pemerintah Turki. Walaupun informasi mengenai negara Siprus ini kurang diketahui secara mendalam, maka kami pun tetap akan mencoba untuk menuliskan informasi umum yang terdapat di negara Siprus. Agama Islam tetap mampu menjadi bagian dari mereka meskipun keadaan berubah – ubah dari masa kejayaan, masa kemunduran sampai pada masa kebangkitan untuk mengembalikan kejayaan. Negara ini termasuk pejuang – pejuang Islam yang mampu mendakwahkan Islam untuk tetap Berjaya di muka bumi ini.
BAB II
ISI
A. YORDANIA

1. Sejarah Yordania Sebelum Islam dan Awal Masuk Islam
Pemukiman pertama di yordania terdapat di Yeriko, 22 km di timur laut Yerusalem (8000 SM). Selama zaman perunggu(3000-1000 SM), empat negara kecil (Ammon, edom, gilead, dan moab) berdirisi sebelah timur sungai Yordan. Daerah itu kemudian dikuasai secara bergantian oleh bangsa – bangsa Asyria, Chaldea, Mesir, dan Persia. Wilayah ini kemudian ditaklukan oleh Alexander agung ( raja Macedonia 336-323 SM). Setelah kematiannya, wilayah itu dibagi menjadi dua yaitu bagian utara dikuasai kelompok Seleucid dan bagian selatan yang dikuasai kelompok Ptolemy. Tahun 63 SM, orang – orang Roma manaklukkan Yordania. Selama pemerintahan bangsa ini, sebuah suku bangsa Arab, Nabataea, mengontrol rute perdagangan antara Yaman dan Suriah. Mereka mendirikan ibukota mereka di petra, di selatan Yordania sekarang. Setelah Konstantin I, kaisar Romawi, memeluk agama Kristen pada tahun 313, agama itu meluas ke daerah taklukkan Romawi, termasuk Yordania.
Tahun 636, Yordania dikuasai bangsa Arab muslim pada masa pemerintahan Umar bin Khatab yang langsung menerima penyerahan wilayah itu dari bangsa Romawi. Penganut Kristen yang menguasai Suriah, Palestina dan Yordania, yang menyerah setelah dikepung oleh tentara Islam di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Walaupun Umar menjamin kebebasan beragama bagi penduduknya, namun Islam dan bahasa Arab cepat diterima oleh penduduk Palestina dan Yordania sehingga penganut Islam menjadi mayoritas di sana sampai sekarang. Palestina dan Yordania juga pernah berada di bawah kekuasaan dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyah. Dinasti Umayyah lebih menekankan penyebaran Islam dan perluasan wilayah kekuasaan, sedangkan dinasti Abbasiyah lebih mementingkan pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
2. Perkembangan Islam Klasik Hingga Modern
Islam merupakan agama dominan di Yordania, 95% penduduknya adalah muslim sunni dan 1% terdiri atas kaum druze. Dan sisanya kebanyakan Kristen. Partai politik mulai muncul setelah Yordania terbentuk menjadi sebuah negara modern pada tahun 1921. Tempat-tempat yang bernafaskan Islam pun, mudah ditemukan di Amman, Ibukota Yordania. Seperti Masjid Al-Hussein yang terletak di jantung kota Amman, berdekatan dengan Pasar Al Ballad. Masjid yang dibangun dimasa kejayaan Khalifah Umar bin Al Khattab Radhiallhuanhum, tahun 640 setelah Masehi, merupakan masjid tertua di Amman.
Masjid ini pernah runtuh, namun tahun 1924 dibangun kembali oleh raja Abdullah pertama yang berkuasa waktu itu, dengan tetap mempertahankan sentuhan arsitektur gaya Ottoman, yang terlihat hampir di setiap sudut bangunan masjid. Meski telah berusia ratusan tahun, namun masjid ini masih terpelihara baik. Setiap Jum`at tiba, penduduk Amman yang tinggal di sekitar masjid, melaksanakan sholat jama’ah dengan khusyuk.
Tahun 1099, Yordania diduduki oleh orang Kristen Eropa akibat perang salib. Tetapi pada tahun 1187 Salahudin Yusuf al-Ayyubi dari Mesir merebut kembali wilayah itu. Sejak itu, Suriah, Yordania dan Palestina berada di bawah kekuasaan Salahudin Yusuf al-Ayyubi dan keturunannya. Sejak tahun 1516, Turki Ustmani menguasi seluruh kawasan Arab, termasuk Yordania. Empat abad kemudian Syarif Hussein bin Ali dari Mekah, memberontak kepada Turki. Dalam PD I (1914-1918), putra Hussein, Faisal, memimpin tentara Arab memihak kepada sekutu untuk melawan Turki. Pada tahun 1920, daerah timur dan barat sungai Yordan berada di bawah mandat Inggris. Pada tahun itu juga, Faisal yang berkedudukan di Damaskus didepak oleh Perancis, tetapi setahun kemudian diangkat oleh Inggris sebagai raja di Ira k. Inggris membuat bagian timur yordania berpemerintahan sendiri dalam bentuk emirat dengan Abdullah, anak Syarif husein yang lain, sebagai emirnya. Sementara bagian barat tetap dikuasai oleh Inggris.
Ada dua tipe gerakan religius Islam terorganisasi di Yordania. Pertama, gerakan yang memusatkan diri pada tujuan – tujuan pilitik, dan kedua adalah gerakan yang memusatkan diri pada kebangkitan religius. Termasuk dalam jenis yang pertama adalah sejumlah partai yang berbadan hukum, tetapi sebagian lainnya tidak. Sebagai contoh : Ikhwan Al Muslimin, yang terdaftar sebagai organisasi sosial-religius, mengorganisasi dan berfungsi secara bebas karena ia secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap raja dan kekuasaan keluarga Hasyimiyyah. Sebaliknya, partai pembebasan Islam (Hizb al Tahrir al Islami), partai jihad Islam (Jama’ah al Jihad al Islam), Hamas, Pasukan Muhammad (Jaizy Muhammad), dan gerakan pemuda Muslim (Harakah Syabab al Nafir al Islami), tidak memiliki badan hukum. Partai – partai ini kecuai Hamas, menyerukan penggulingan rezim – rezim Arab yang berkuasa dan menggantikannya dengan pemerintahan Islam. Tipe Kedua gerakan Islam yang terorganisasi, yang hanya memusatkan diri pada tujuan – tujuan religius, antara lain adalah Tarekat – Tarekat Sufi, Jama’ah Tabligh dan Jama’ah al Salafiyah.

B. LEBANON

1. Sejarah Libanon Sebelum datangnya Islam
Nama Lebanon ("Lubnān" dalam bahasa Arab standar; "Lebnan" atau "Lebnèn" dalam dialek setempat) berasal dari akar bahasa Semit "LBN", yang terkait dengan sejumlah makna yang berhubungan erat dalam berbagai bahasa, seperti misalya putih dan susu.Ini dianggap sebagai rujukan kepada Gunung Lebanon yang berpuncak salju.Nama ini muncul dalam tiga dari 12 lempengan Epos Gilgames (2900 SM), teks perpustakaan Ebla (2400 SM), dan Alkitab Kata Lebanon juga disebutkan dalam Perjanjian Lama.
Sekitar tahun 3000 SM Bangsa yang pertama kali bermukim di Lebanon adalah bangsa Semit Kana’an atau menurut Yunani disebut “Phoenecian” terkenal diri di daerah Pantai bangsa Phonecian terkenal dengan aktivitas pelayaran dan perdagangan.Pusat kekuasaanya berada di Bybles(+30km dari Beirut).
2. Masuknya Islam di Lebanon
Islam masuk ke Lebanon dan Suriah pada tahun 632 M.di bawah kekuasaan Dinasti Umayyah dan Abbasiyah.Lebanon menunjukkan bakatnya sebagai masyarakat Modern.Pada era ini bahasa arab menjadi bahasa resmi di Lebanon & kehidupannya menjadi bagian dari peradaban Islam yang gemilang.
Hal ini berlangsung hingga 1099 ketika para penganut Kristen dari Eropa (Crusader)menaklukkan Lebanon dan Negara Negara di sekitar kawasan tersebut.Selain memperluas ajaran Kristen,mereka juga berusaha membendung proses arabisasi yang mengalir secara damai dalam masa pemerintahan Islam.Sehingga para Crusader dari Eropa tersebut berusaha sekuat mungkin menencapkan pengaruh Kristen dengan cara menghidupkan budaya Barat di tengah tengah kehidupan Islam.Tetapi tahun 1187 Kesultanan Mamluk berhasil menggulingkan dinasti Crusader serta menguasai Lebanon dan suriah hingga 1500.
3. Perkembangan Islam Sejak Periode klasik Hingga Modern di Lebanon
Libanon yang di tempati oleh penganut agama Kristen dan Islam,telah berperan dalam mengembangkan islam,walaupun tidak secara langsung,pada akhir abad ke 19,orang orang Arab Kristen Seperti Nasir al Yaziji,mencoba menghidupkan kembali gaya bahasa Arab Klasik dari zaman Abbasiyah .Kejayaan dan Keagungan Kebudayaan Arab yang di coba di hidupkan kembali itu sangat erat kaitannya dengan Islam.
Upaya orang Lebanon untuk mengembangkan Islam tidak hanya terbatas di lingkungan negerinya sendiri .pada tahun 1934,para imigran Lebanon membuka sebuah Masjid di Cedar rapid Lowa,Amerika Serikat.Kemudian pada tahun 1954,salah seorang generasi kedua imigran Lebanon mendirikan Federasi Perhimpunan Islam(The Federation Of Islamic Assocation) di Amerika Serikat dan Kanada.Syekh Muhammad rasyid Rida,salah seorang tokoh pembaharu islam,berasal dari daerah al Qalamun(Lebanon).
Selama 20 tahun terakhir ini terjadi pemisahan Geografis,dimana terjadi keseimbangan agama lantaran sejumlah besar warganya berpindah kepada Agama Islam .Sekarang diperkirakan 48% muslim,40% Kristen,10% Druze,2% alawiyah dan Isma’iliyyah.45% dari umat islam negeri ini pemeluk Syi’ah Dua Belas,sedang Sunni sekitar 35%(dulunya Sunni sebagai Muslim Mayoritas)60% dari memeluk Kristen aliran Maronniyah.Sedangkan sisanya merupakan aliran Ortodoks Yunani,Melkiyyah dan aliran gereja gereja kecil lainya.terdapat lebih dari 600000 sekte Druze yang tersebar di berbagai Negara di Levant termasuk Syria dan Israil.Semenjak 1970 Sekte Alawiyah berkuasa di Syria.Berbagai ragam pengikut Syi’ah di namakan Metawila.
4. Munculnya Bangsa Barat Di Lebanon
Tahun 1920 Libanon menjadi daerah mandat Perancis,lalu merdeka tahun 1941.pada tahun 1948 Libanon ikut berperang melawan Israel,dan dalam perang Juni 1967 Libanon memihak Negara Negara Arab walaupun tidak secara terang terangan ikut dalam pertikaian.Sejak tahun 1975,negeri ini dilanda perang saudara yang berkepanjangan.
5. Perkembangan Islam Kontemporer di Lebanon
Populasi Lebanon terdiri dari beragam grup etnik dan agama: Muslim (Syi'ah, Sunni, Druze, dan Alawi), Kristen (Katolik Maronit, Ortodoks Yunani, Katolik Yunani, Armenia, Koptik), dan lainnya. Sensus resmi tidak dilakukan sejak 1932, menandakan sensitivitas politik di Lebanon terhadap keseimbangan keagamaan.
Diperkirakan bahwa 59% dari penduduk Lebanon adalah Muslim (Sunni, Syi'ah, dan Druze) dan 39% Kristen (umumnya Maronit, Gereja Ortodoks Antiokia, Apostolik Armenia, Katolik Yunani Melkit, Gereja Asiria di Timur, Katolik Khaldea dan minoritas Protestan.Ada kelompok minoritas kecil Yahudi yang tinggal di Beirut pusat, Byblos, dan Bhamdoun. Lebanon juga mempunyai sebuah komunitas kecil (kurang dari 1%) Kurdi (juga dikenal sebagai Mhallami atau Mardinli) yang umumnya bermigrasi dari Suriah timur laut dan Turki tenggara, diperkirakan jumlahnya antara 75.000 hingga 100.000 orang, yang termasuk dalam kelompok Sunni. Dalam tahun-tahun belakangan ini mereka memperoleh kewarganegaraan Lebanon sehingga menguntungkan kelompok Muslim dan Sunni khususnya.Selain itu, ada pula ribuan suku Beduin Arab di Bekaa dan di wilayah Wadi Khaled, yang kesemuanya tergolong Sunni, yang juga mendapatkan kewarganegaraan Lebanon.
Paro terakhir abad ke dua puluh,Najaf di irak menjadi pusat perumusan ulang Syi’ah sebagai Ideologi aktivisme dan protes politik.Di antara para pemimpin Lebanon yang terpelajar terdapat Nama Musa Al Shadr,pendiri gerakan Populis Syi’ah di Lebanon;Muhammad Mahdi Syams Al Din,yang mengetuai Dewan Tertinggi Syi’ah;dan Muhammad Husain Fadhlullah,Ideologi militan yang memberikan kepercayaan diri yang besar pada Partai Tuhan atau Hisbullah.
Identitas politik Lebanon Modern banyak di tentukan berdasarkan garis sekte.Bahkan kesepakatan Tha’if 1989,yang menyusun kerangka acuan untuk mengakhiri perang saudara yang meletus sejak 1975,mempertahankan distribusi jabatan politik terutama bagi kelompok kelompok agama besar saja.Oleh karena itu,jabatan Presiden masih tetap berada di tangan Kristen Manorit.jabatan Perdana Menteri tetap milik muslim Sunni dan juru bicara parlemen berada pada Muslim Syi’ah.Kekuasaan relative jabatan jabatan ini sudah sedikit berubah,tetapi prinsip yang mendasari distribusi jabatan politik dan hak istimewa berdasarkan sekte masih berlangsung.jadi agama masih merupakan faktor utama untuk membangun politik di Lebanon.
Mufti Republik Lebanon secara Nominal merupakan otoritas senior dalam menafsirkan hukum Islam.Libanon terbagi dalam beberapa provinsi ada pengadilan syari’at yang dikepalai seorang mufti.Mufti Republik ini bertugas mewakili kepentingan kaum muslim dalam kancah nasional.kaum muslim di Lebanon umumnya menganut Mazhab Syafi’, namun sebagian ada juga yang menganut mazhab Maliki.
C. SIPRUS
Siprus adalah negara pulau di laut tengah bagian timur, ± 133 km di sebelah selatan adalah Turki dan 120 km di sebelah barat adalah Suriah. Ibu kotanya adalah Lefkosia (Nikosiaa), kota penting lainnnya adalah Lemesos (Limassol), Larcana, Paphos, Ammochostos, dan Kyrenia. Semenjak tahun 1974, di bagian utara adalah republik Turki Siprus Utara, yang hanya diakui oleh Turki.
Siprus, ketika masih menjadi jajahan Britania Raya, akan diberikan kepada Yunani. Tetapi minoritas Turki menolak. Akhirnya kompromi disepakati dan pada tahun 1959 didirikan negara Siprus merdeka. Tetapi kedua belah pihak tidak puas dan akhirnya pada tahun 1974 sebuah kelompok yang menginginkan persatuan dengan Yunani mengadakan udeta yang dibalas dengan invasi Turki. Semenjak itu turki menduduki wilayah utara.
Pada tanggal 1 Mei 2004, Siprus menjadi anggota Uni Eropa. Tetapi yang diperbolehkan ikut hanya wilayah selatan saja, kecuali kalau wilayah utara juga ingin bersatu. Akhirnya penduduk wilayah utara menekan pemerintah mereka supaya bersatu dengan wilayah selatan. Pada 24 April 2004 wilayah utara mengatakan “ya” kepada persatuan. Daerah selatan mengatakan “tidak” kepada persatuan. Jadi akhirnya hanya bagian selatan saja yang menjadi anggota Uni Eropa. Ekonomi tergantung pada ekspor produk pertanian (jeruk, kentang, anggur, tembakau) dan penghasilan pariwisata. Sector perikanan hampir tidak ada, dikarenakan perairan di sekeliling pulau kurang ikan. Selain itu sektor pertambangan masih menggantungkan (tembaga, basi, marmer, dan gypsum).


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Dari penjelasan yang talah dituliskan di dalam makalah maka dapat disimpulkan bahwa negara Yordania, Lebanon, dan Siprus merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Dan merupakan negara yang berbasis Islam. Meskipun beberapa kali pernah dijajah oleh bangsa barat, namun Islam mereka tidak luntur. Namun kehidupan mereka telah dipengaruhi oleh medernisasi dan gaya hidup barat. Bahkan kaum wanita diberikan kebebasan dalam berpakaian, yaitu mereka yang berjilbab dan mereka yang mengikuti gaya barat.





DAFTAR PUSTAKA
Dewan redaksi Ensiklopedi Islam. 1997. Ensiklopedi Islam. Jakarta; PT. Ichtiar baru van Hoeve.
Esposito, John L. 2002. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. Bandung:Mizan.
Glasse, Cyril . 1999. Ensiklopedi Islam. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada.
Sumber : www.google.co.id/Libanon
http//www.deplu.go.id?Lebanon

Metode Takhrij Hadist

BAB I
PENDAHULUAN


Hadist merupakan sumber kedua ajaran Islam setelah Al – Qur’an. Keduanya merupakan sumber utama dalam penetapan hukum, ajaran – ajaran Islamyang berkaitan dengan akhlak, aqidah dsb. Namun dalam menulusuri dalil dari Hadist tersebut kadang kala menemui kesulitan – kesulitan, baik dari sanad, perawi hingga kesahihan Hadist tersebut. Maka dari kesulitan penelusuran Hadist tersebut muncullah Takhrij Hadist. Maka dari itu makalah ini akan menjelaskan tentang bagaimana pengertian Takhrij Hadist hingga metode yang dapat digunakan dalam menempuh suatu Takhrij Hadist.

BAB II
ISI

A. Pengertian
Secara etimologis, takhrij berasal dari kata Kharaja yang berarti tampak atau jelas. Secara terminologis, takhrij menurut ahli hadist berarti bagaimana seseorang menyebutkan dalam kitab karangannya suatu Hadist dengan sanadnya sendiri. Menurut al-Qasimi bahwa kebanyakan para Ulama setelah membawa suatu Hadist mengatakan : “Hadist ini dikeluarkan oleh si Fulan”, maksudnya dia (Fulan) menyebutkan Hadistnya itu. Dalam pengertian ini si Fulan disebut Mukharrij (pelaku takhrij), yaitu orang yang menyebutkan riwayat Hadist seperti Imam Bukhari.
B. Tujuan
Takhrij bertujuan menunjukkan sumber Hadist – Hadist dan menerangkan ditolak atau diterimanya Hadist – Hadist tersebut.
C. Manfaat
Takhrij Hadist memberikan manfaat yang sangat banyak sekali. Dengan adanya takhrij Hadist kita dapat sampai kepada perbendaharaan – perbendaharaan Sunah Nabi. Tanpa keberadaan Takhrij seseorang tidak mungkin akan dapat mengungkapkannya. Diantara manfaatnya adalah :
1. Takhrij memperkenalkan sumber – sumber Hadist, kitab – kitab asal di mana suatu Hadist berada beserta Ulama yang meriwayatkannya.
2. Takhrij dapat menambah perbendaharaan sanad Hadist – Hadist melaui kitab – kitab yang ditunjukinya. Semakin banyak kitab – kitab asal yang memuat suatu Hadist, semakin banyak pula perbendaharaan sanad yang kita miliki.
3. Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad. Dengan membandingkan riwayat – riwayat Hadist yang banyak itu maka dapat diketahui apakah riwayat tersebut munqathi’, mu’dhal dll. demikian pula dapat diketahui apakah status riwayat tersebut sahih, dha’if dsb.
4. Takhrij memperjelas hukum Hadist dha’if melalui satu riwayat, namun dengan takhrij kemungkinan kita akan dapati riwayat lain yang sahih. Hadist yang sahih itu akan mengangkat hukum Hadist yang dha’if tersebut ke derajat yang lebih tinggi.
5. Dengan takhrij kita dapat mengetahui pendapat – pendapat para Ulama sekitar hukum Hadist.
6. Takhrij dapat memperjelas perawi Hadist yang samar. Karenaa terkadang kita dapati seorang perawi yang belum ada kejelasan namanya, seperti Muhammad, Khalid dll. Dengan adanya takhrij kemungkinan kita akan dapat mengetahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
7. Takhrij depat memperjelas perawi Hadist yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan diantara sanad – sanad,
8. Takhrij dapat menafikan pemakaian “’AN” dalam periwayatan Hadist seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain yang memakai kata yang jelas ketersambungan sanadnya, maka periwayatan yang memakai “’AN” tadi akan tampak pula ketersambungan sanadnya.
9. Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.
10. Takhrij dapat membatasi nama Perawi yang sebenarnya. Hal ini kerenakemungkinan saja ada perawi – perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain maka nama perawi itu akan menjadi jelas.
11. Takhrij dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu sanad.
12. Takhrij dapat memperjelas arti kalimat asing yang terdapat dalam satu sanad.
13. Takhrij dapat menghilangkan hukum “Syadz” yang terdapat pada suatu Hadist malalui perbandingan riwayat.
14. Takhrij dapat membedakan Hadist yang mudraj dari yang lainnya.
15. Takhrij dapat mengungkapkan keragu – raguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang perawi.
16. Takhrij dapat mengungkap hal – hal yang terlupakan atau diringkas oleh seorang perawi.
17. Takhrij dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafal dan yang dilakukan dengan ma’na (pengertian) saja.
18. Takhrij dapat memperjelas masa dan tempat kejadian timbulnya Hadist.
19. Takhrij dapat menjelaskan sebab – sebab timbulnya Hadist. Diantara Hadist – Hadist ada yang timbul karena perilaku seseorang atau kelompok orang. Melalui perbandingan sanad – sanad yang ada maka “asbab al wurud” dalam Hadist tersebut akan dapat terketahui dengan jelas. Takhrij dapat mengungkapkan kemungkinan terjadinya kesalahan percetakan dengan melalui perbandingan – perbandingan sanad yang ada.
Jadi secara simpel, melalui takhrij kita dapat :
a) Mengupulkan berbagai sanad dari sebuah Hadist.
b) Mengumpulkan berbagai redaksi dari sebuah matan Hadist.
D. Metode Takhrij Secara Umum
Untuk mengetahui kejelasan Hadist beserta sumber – sumbernya, ada beberapa metodetakhrij yang dapat dipergunakan oleh mereka yang akan menelusurinya. Metode – metode takhrij Hadis itu diupayakan oleh para Ulama dengan maksud untuk mempermudah mencari Hadis – hadist Rasul. Para ulama telah banyak mengkodifikasikan Hadist – Hadist dengan mengaturnya dalam susunan yang berbeda satu dengan yang lainny, sekalipun semuanya itu menyebutkan ahli Hadist yang meriwayatkannya. Perbedaan cara – cara mengumpulkan inilah yang akhirnya menimbulkan Ilmu Takhrij. Diantara mereka ada yang menyusun sesuai dengan urutan abjad hijriyah. Disamping itu ada pula yang menyusunnya sesuai dengan tema Hadist, seperti tentang Shalat, zakat, tafsir dll. Juga ada yang disusun menurutnama – nama perawi terakhir. Adakalanya perawi terakhir itu sahabat bila Hadistnya muttashil dan adakalanya tabi’in bila Hadist itu mursal. Hadist tersebut ada yang ditulis lengkap dan ada pula yang hanya potongannya saja. Ada pula yang menyusunnya menurut kriteria – kriteria Hadist, seperti hadist – hadist Qudsi, Hadist – hadist mutawatir, hadist – hadist maudlu’ dll. Serta ada pula Hadist – hadist yang tersusun menurut lafal – lafal yang terdapat dalam matan Hadist. Sesuai dengan cara Ulama mengumpulkan Hadist – Hadist, dapatlah kita katakana bahwa metode – metode Takhrij Hadist disimpulkan dalam lima macam metode :
1. Takhrij menurut lafal pertama Hadist.
2. Takhrij menurut lafal – lafal yang terdapat dalam Hadist.
3. Takhrij menurut perawi terakhir.
4. Takhrij menurut tema Hadist.
5. Takhrij menurut klasifikasi jenis Hadist
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Dengan memperhatikan apa yang telah disajikan oleh pemakalah maka dapat disimpulkan bahwa Takhrij Hadist merupakan suatu metode yang berguna untuk melacak Hadist sampai ke sumbernya, sehingga kita mampu mengetahui bahwa Hadist tersebut secara sempurna. Baik itu berkaitan tentang sanad, perawi maupun kesahihan Hadist tersebut. Sehingga takhrij Hadis sangatlah penting bagi seseorang yang ingin mempelajari Hadist secara mendalam, baik dalam bidang kesahihannya maupun bidang sanad dan perawinya.


DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul. Metode Takhrij Hadist. Dina Utama, Semarang, 1994.
Al Hadist. Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005.

Sultan Baybars Dari Dinasti Mamluk; Penangkis Ancaman Crusader dan Mongol (Part 1)

  Sultan Baybar Nama lengkapnya adalah Al-Malik az-Zahir Ruknuddin Baybars al-Bunduq , adalah pendiri Dinasti Mamluk di Mesir generasi ke em...